Sabtu 22 Jun 2025 03.45 |
Welcome Guest Palanta | Registration | Login | RSS |
|||||||||||
|
AREA CHATING |
---|
Ma Ota Lamak |
ARSIP |
---|
Total Kunjungan |
19.25 Mengenal Adat Minangkabau | |
Mengenal Adat Minangkabau
Yang dimaksudkan dengan identitas keminangan adalah kepribadian Minang itu harus tampak dalam setiap sepak terjang orang Minang. Anak Minang di rantau harus bak pepatah, "di maa bumi dipijak di situ langik dijunjuang". Artinya, orang Minang seharusnya mampu menempatkan diri di lingkungan tempat tinggalnya. Ia dapat menyesuaikan diri dengan siapa pun dan dari etnis mana pun. Itu pulalah alasan mengapa tidak ada Kampung Minang, seperti Kampung Jawa, Kampung Cino, Kampung Ambon, Kampung Bugis, dan Kampung Madura. Orang Minang di rantau tidak dibatasi oleh kotak-kotak georafis, tetapi ia membaur dengan masyarakat lain. Ia ada di mana-mana. Bak kata pepatah, "tibo di kandang kambiang membebek, tibo di kandang bantiang mengoek”. Itu artinya kemampuan orang Minang bersosialisasi dengan penduduk setempat sangat diutamakan. Sebagai orang Minang, perlu setiap anak perantau, terutama yang lahir di rantau, mengetauhi seluk-beluk adat Minangkabau nan dipacik arek diganggam taguah. Dengan demikian, nilai-nilai positif yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita akan mengkristal dalam kehidupan kita di rantau. Adat Miangkabau adalah aturan hidup bermasyarakat yang dibuat oleh leluhur, yakni Datuk Parpatih nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan. Nilai ajarannya membedakan secara jelas antara manusia dan hewan dalam bertingkah laku dan berbuat. Ajaran budi pekerti dan akhlak mulia menjadi dasar bagi orang Minang dalam kehidupannya sesama manusia dan alam sekitar. Pepapatah mengatakan, Sawah diagiah pamatang Ladang dibari bamintalak nak babezo tapuang jo sadah nak babikeh minyak jo aia. Artinya, adat sudah mengatur tata kehidupan bermasyarakat, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok. Bahwa dalam setiap tingkah laku dan perbuatan harus diutamakan budi pekerti dan akhlah mulia. Setiap pribadi harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Bak kata pepatah, Bak adaik bapiek kulik sakik dek awak sakik dek urang sanang dek awak sanang dek urang nan elok dek awak katuju dek urang Artinya, bagaikan kebiasaan mencubit kulit kita sendiri; sakit rasanya bagi kita begitu pula sakit dirasakan orang lain; senang bagi kita harusnya senang pula bagi orang lain; baik bagi kita mestinya baik juga bagi orang lain.
Jika kita berbicara tentang adat Minngkabau, ada empat macam adat: (1) adat nan sabana adat’ (2) adat nan diadatkan, (3) adat nan teradat, dan (4) adat-istiadat.
1. Adat nan Sabana Adat Adat nan sabana adat adalah segala aturan, ketentuan, dan sifat yang terdapat dalam setiap jenis benda alam, baik makhluk insani, hewani maupun nabati. Bahkan, sifat alam seperti benda yang beku dan cair, baik yang dapat diraba maupun dirasa, merupakan adat yang memang sudah diciptakan oleh sang Khalik. Itulah yang disebut dengan alam takambang. Setelah Islam masuk ke ranah Minang, adat nan sabana adat adalah alam ciptaan Ilahi. Semua ciptaan Allah tidak dapat diingkari karena wujudnya memiliki aturannya masing-masing. Apa membakar dan air mengalir ke tempat yang rendah, misalnya, merupakan hukum alam sebagai ketentuan Ilahi. Kedua benda itu tidak akan berubah dari sifatnya, kecuali atas iradah Allah SWT. Alam takambang bagi orang Minang mengandung ajaran budi pekerti. Semua isi alam disediakan untuk makhluk Allah, termasuk manusia. Alam tidak pernah meminta belas kasih karena buahnya dipetik, dagingnya dimakan, isi perus buminya dikuras, dan sebaginya. Hanya tinggal manusianya yang harus tahu diri betapa alam yang begitu luas dan kaya dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Itu pula yang dalam ajaran Islam disebut sunnatullah. Sifatnya kata pepatah Nan tak lakang dek paneh Nan tak lapuak dek ujan Dianjak tak layua Dibubuik tak mati Dibasuh bahabih aia Dikikih bahabih basi. Artinya, sunnatullah sebagai adat nan sabana adat tidak akan kering akibat datangnya panas, tidak akan lapuk karena disiram hujan; jika dianjak, sunatullah tidak akan layu; dicabut tidak akan mati; jika dicuci akan kehabisan air; jika dikikis akan kehabisan besi. Itulah adat yang menjadi bagian adat Minangkabau. Alam takambang sebagai adat nan sabana adat bagi orang Minang dijadikan sebagai sumber pembelajaran, yang dalam prosesnya diturunkan menjadi adat nan diadatkan. Dari alam, masyarakat Minang banyak belajar tentang hidup dan kehidupan ini. Ajaran itu mendapat dukungan dari agama Islam. Alquran mempertegas nilai-nilai yang berasal dari alam seperti firman Allah dalam Surah Al-Gasyiah: 17—21: "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan. Dan bumi bagaimana dihamparkan. Maka beri peringatanlah, sesungguhnya engkau hanya orang yang memberi peringatan.”
2. Adat nan Diadatkan Adat nan diadatkan merupakan adat yang diciptakan oleh nenek moyang orang Minang yang diwarisi secara turun-temurun. Dua tokoh pencipta adat, yatu Datuk Parpatiah nan Sabatang dan Datuk Temanggung, telah meletakkan dasar-dasar aturan yang disarikan dari alam takambang jadi guru. Adat itu adalah perbandingan dan kias yang berasal dari adat nan sabana adat. Itu yang dimaksud dengan kaidah adat yang berbunyi: Panakiak pisau sirauik Ambiak galah batang lintabuang Silodang ambiak ka niru Nan satitiak jadikan lauik Nan sakapa jadikan gunuang Alam takambang jadi guru. Ajaran adat Minangkabau menjadikan alam sebagai mahaguru dimaksudkan untuk iktibar. Dari sana diletakkan nilai-nilai manusia yang luhur. Melalui itu, dijalin hubungan yang harmonis dalam tata pergaulan sesama manusia sehingga mencerminkan nilai kemanusiaan yang tinggi. Ajaran budi pekerti itu tergambar dari pepapatah adat: Nan tuo dihormati Nan ketek dikasihi Samo gadang baok bakawan Ibu-bapo labiah sakali Baitupun guru nan maaja Nan bungkuak ka tangkai bajak Nan luruih ka tangkai sapu Satampok ka papan tuai Nan ketek ka pasak suntiang Panarahan ka kayu api Nan buto paambuih lasuang Nan pakak pamasang badia Nan lumpuah pahuni rumah Nan patah pangajuik ayam Nan binguang pangakok kajo Nan pandai tampek baiyo Nan cadiak tampek batanyo Nan kayo tampek batenggang. Pepatah itu mengandung pengertian bahwa tidak satu pun di alam Minangkabau yang tidak bermanfaat.Bagi tukang yang pandai tidak ada kayu yang terbuang. Semuanya dapat dimanfaatkan dengan sebaiknya Orang Minang pantang berbuat yang tidak patut dilakukan, yang bertentangan dengan nilai-nilai akhlak mulia.
Pepatah mengatakan, Gadang melendo (besar melindas) Panjang malindih (panjang menggilas) Cadiak manjua kawan (cerdik menjual kawan) Gapuak mambuang lamak.(gemuk membuang lemak) Hubungan yang harmonis antarsesama itu merupakan hal yang didambakan oleh adat Minang. Hal itu akan menjadi kekuatan dalam membanguan persatuan dan kebersaman dalam tatanan hidup bermasyarakat, sesuai dengan pesan adat: Saikek bak lidih Sarumpun bak sarai Salubang bak tabu Sakabek bak siriah Saciok bak ayam Sadanciang bak basi Ka bukik sama mandaki Ka lurah samo manurun Tatungkuik samo makan tanah Tatilantang samo minum ambun. Ka mudiak saantak galah Ka ilia sarangkuah dayuang Sakato muluik jo hati Sasuai lahia jo batin Sarupo kulik ji isi Baik adat nan sabana adat maupun adat nan diadatkan merupakan ketentuan yang disebut adat nan babuhua mati. Sifatnya tidak boleh berubah, sesuai dengan papatah nan tak lakang dek panek, tak lapuak dek ujan. Singkatnya, adat nan diadatkan oleh nenek moyang kita didasarkan pada ajaran adat nan sabana adat yang diciptakan oleh Allah SWT melalui alam semesta. Adat nan diadatkan mengatur tata kehidupan bermasyarakat dari tingkah laku yang sekecil-kecilnya sampai dengan tangkah lalu yang sebesar-sebesarnya. Misalnya, sopan santun duduk, berdiri, berjalan, berbicara, memanggil orang lain, makan dan minum, dan bergaul dengan sesama. Bahkan, adat nan diadatkan mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau di bidang sosial, politik, ekonomi. Hukum, keamanan dan pertahanan. Baik adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan merupakan dua hal yang memiliki satu bentuk. Masing-masing tidak berbeda. Keduanya menjadi anat nan sabatang, pusako nan sabuah.
3. Adat nan Teradat Adat nan teradat adalah segala aturan yang disusun dari hasil musyawarah-mufakat para penghulu dan ninik mamak di tiap nagari. Aturan itu diturunkan dari adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan. Pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setiap nagari yang bersangkutan. Jadi, ada kemungkinan adat suatu nagari berbeda dengan adat nagari yang lain. Itu makna pepatah Minang: Lain lubuak lain ikannyo Lain padang lain bilalangnyo Lain nagari lain adatnyo Hal itu bararti bahwa aturan pelaksanaan adat di setiap nagari tidak sama. Walaupun begitu, dasar hukumnya tidak berbeda, yakni tidak menyimpang dari adat nan sabana adat serta adat nan diadatkan. Misalnya, tata cara kenduri, menjemput dan mengantar marapulai, pakaian anak daro dan marapulai, dan barang jemputan terdapat perbedaan di setiap nagari atau luhak masing-masing. Semuanya didasarkan atas musyawarah dan mufakat untuk kelancaran adat nan diadatkan. Namun, pelaksanaan akad nikahnya tidak buleh berubah rukun dan syaratnya, yang berdasarkan pada hukum Islam sebagai adat nan sabana adat. Perkawinan yang didasarkan pada adat nan teradat tertuang dalam pepatah: Sigai mancari anau Anau tetap sigai baranjak Ayam putiah tabang siang Basuluah matohari Bagalanggang mato rang banyak Datang bajapuik pai baanta Pengubahan adat nan taradat di suatu nagari tidak dapat dilakukan dengan sendiri-sendiri. Namun, pengubahan itu dilakukan melalui musyawarah dan mufakat. Pelanggaran atas adat nan teradat merupakan pelanggaran adat karena keputusan yang diambil harus dilakukan secara bersama. Itulah fungsi Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Minangkabau. Penyesuaian dengan perkembangan zaman dapat saja terjadi. Itulah pepapatah mangatakan, Buliah barasak duduak, tapi di lapiak nan sahalai Buliah bapindah tagak, tapi di tanah nan sabingkah. Pepatah itu mengisyaratkan adanya perubahan dan penyesuaian adat nan teradat, tetapi tidak boleh beralih dari hukum dasar atau adat nan sabana adat serta adat nan diadatkan. Begitu bijaknya ninik moyang kita mamprediksi kemungkinan perkembangan zaman. Namun, mereka juga sudah mengantisipasinya agar tetap berpegang kepada hukum dasar yang telah diletakkan. 4. Adat-istiadat Adat-istiadat merupakan aturan adat Minangkabau yang dibuat oleh ninik mamak dan penghulu di tiap-tiap nagari. berdasarkan kata sepakat. Aturan itu menampung segala keinginan masyarakat nagari selama menurut alua jo patuik. Adat-istiadat yang berisi aturan-aturan yang dipakati berbeda antara satu nagari dan nagari lain. Sifatnya dapat berubah seperti adat nan taradat: lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo, lain nagari lain adatnyo. Perbedaan dan perubahan itu bargantung atas kesepakatan dalam suatu nagari. Misalnya, di Minangkabau terdapat beberapa jenis silat sebagai seni bela diri. Ada silek Kumango, silek Lintau, silek Sungai Patai, silek Sitaralak, dan silek Ulu Ambek. Dalam kesenian ada pula jenis talempong, rabab, kucapi, saluang, bansi, rebana, tabuik, salawat talam, salawat dulang, dan sebagainya. Hiburan ada lagi jenis seperti randai, pacu kuda, pacu jawi, pacu anjing, pacu itiak, layang-layang, dan buru babi. Jenis hiburan itu bisa jadi menonjol di suatu nagari, tetapi tidak menonjol di nagari lain. Walaupun begitu, hakikatnya memiliki kesamaan, yaitu hiburan rakyat. Peraturan dalam adat istiadat itu merupakan penyaluran kegemaran masyarakat nagari yang mereka sepakati. Hakikatnya memupuk hubungan kekeluargaan, persatuan, saling menghormati, dan saling mengenal antara satu dan yang lain. Keempat jenis adat di Minangkabau dapat dikelompokkan menjadi dua macam adat, yaitu adat nan babuhua mati dan adat nan babuhua sentak. Adat nan babuhua mati meliputi adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan. Dikatakan demikian karena keduanya memiliki hukum dasar bagi adat Minangkabau. Keduanya tidak berubah walaupun ada kata sepakat untuk mengubahnya. Sesuai dengan pepatah, tak lakang dek paneh, tak lapuak dek ujan, dikikih bahabih basi, dibasuah bahabih aia. Adat nan babuhua sentak meliputi adat nan taradat dan adat-istiadat. Kedua macam adat itu dapat berubah melalui musyawarah dan mufakat karena merupakan peraturan pelaksanaan dari adat nan babuhu mati. Adanya hukum adat nan babuhu mati menjadikan Minangkabau mendasarkan adatnya sebagai falsafah hidup, yaitu adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Lahirnya adat di Minang memang sebelum agama Islam masuk ke Ranah Minang. Namun, kehadiran agama Islam ke sana memperkuat kedudukan adat. Dengan demikian, segala aturan hidup masyarakat Minang mengacu kepada Alquran sebagai Kitabullah.
Selesai ========== ========= | |
|
Total comments: 3 | ||||||||||
|